ACEH terkenal dengan kulinernya yang sangat kental
dengan khas Timur Tengah dan India. Kekhasan ini dihadirkan dari bumbu ya yang
kaya akan rempah yang dicampurkan, sehingga rasanya kental dan bahkan pedas.
Beberapa makanan dan minuman yang khas di Aceh di antaranya
yakni Timphan, Martabak Aceh, Mi Aceh, Kue Karah, Kue Boi, dan Ayam Tangkap.
Timphan adalah kue khas Aceh yang biasanya isinya kelapa dan
srikaya, asoe kaya,dan dibungkus oleh daun pisang. Timphan sangat terkenal di
Aceh serta menjadi kue yang wajib dihidangkan pada perayaan hari besar terutama
pada Idul Adha dan Idul Fitri.
Setiap rumah penduduk, dari yang kaya hingga miskin, dari
masyarakat kota hingga desa, pasti menghidangkan kue yang satu ini. Fenomena
yang menarik adalah hampir semua ibu-ibu atau wanita Aceh bisa membuatnya.
Saking terkenalnya timphan ini di Aceh, sehingga banyak
ungkapan/pribahasa dengan kata timphan diantaranya, yaitu “Uroe goet buluen get
timphan ma peuget beumeuteume rasa (Hari baik bulan baik Timphan ibu buat harus
dapat kurasakan)”.
Saat ini, tidak hanya di Aceh, timphan juga sudah terkenal
hingga ke luar Aceh. Banyak ditemukan timphan di restoran-restoran Aceh di
pulau Jawa.
Timphan adalah kue istimewa dalam kehidupan masyarakat Aceh,
khususnya di Sigli, Kota Banda Aceh, Lhokseumawe, Langsa, Bireuen, dan lainnya
setiap Hari Raya Idul Fitri atau lebaran.
Biasanya timphan untuk lebaran dimasak pada malam terakhir
puasa atau malam takbiran pertama oleh para ibu dibantu remaja puteri di
daerah-daerah tersebut. Di luar lebaran, para ibu di sana kurang tertarik
membuat timphan sendiri. Mereka yang ingin makan kue itu biasanya membeli di
toko-toko roti, kendati rasanya berbeda bila membuat sendiri.
Timphan merupakan kue dan hidangan khas Aceh pada
acara-acara penting di dalam kebudayaan Aceh. Timphan sering dibuat khusus
untuk hari lebaran, pesta pernikahan yang merupakan hidangan pembuka utama bagi
tamu yang hadir pada khanduri dalam kebudaayn Aceh.
Bahan baku timphan terdiri atas tepung ketan, pisang raja,
gula, telur ayam kampung, kelapa, minyak goreng, dan pucuk daun pisang sebagai
pembungkus. Kendati harga telur ayam kampung lebih mahal, para ibu di sana
lebih memilih menggunakannya dibanding telur ayam buras. Karenarasanya jauh
lebih enak.
Buat orang-orang kampung dan juga warga di Serambi Mekkah,
timphan menjadi kue spesial lebaran yang tetap dipertahankan meskipun bahan
bakunya semakin mahal. Tanpa timphan srikaya ataupun kelapa pada hari raya,
lebaran terasa kurang lengkap meskipun sudah ada aneka penganan lain.
Timphan yang biasanya ditempatkan di nampan lebar atau
piring-piring ceper, menjadi kue utama untuk menjamu tamu lebaran. Bagi
menantu, timphan seolah menjadi hantaran wajib ke rumah mertua saat berlebaran.
Bila sudah begini, rasanya tak berlebihan bila banyak orang yang bilang timphan
itu kue Aceh paling istimewa untuk lebaran.
Lain lagi dengan Martabak Aceh. Martabak ini sekilas
terlihat mirip dengan telur dadar biasa. Pembuatannya sedikit berbeda dari
martabak telur pada umumnya, karena kocokan telur membungkus kulit martabaknya.
Pembuatan martabak ini diawali dengan menggoreng kulit
martabaknya terlebih dahulu dan dibentuk segi empat, mirip dengan pembuatan
roti canai. Kemudian dilumuri dengan kocokan telur yang telah dicampur dengan
rajangan bawang merah dan daun bawang.
Tahap berikutnya digoreng seperti layaknya membuat dadar
atau omelet, dengan kulit martabak yang berbentuk roti canai segi empat tadi
sebagai intinya. Sebagai pelengkap rasa, martabak Aceh disajikan dengan acar
bawang dan cabe rawit. Martabak Aceh cukup terkenal di luar Aceh. Bahkan di
luar daerah Aceh martabak ini dimodifikasikan dengan menggunakan gulai daging
yang berbumbu kari.
Bagaimana dengan Mie Aceh? Cita rasa dari Mie Aceh berbeda
dengan mie yang ada di daerah Indonesia lainnya. Mie Aceh biasanya disajikan
dengan daging sapi, kepiting, ataupun udang. Mie Aceh juga lebih banyak
menggunakan bumbu dan cabai sehingga rasanya sangat lezat dan pedas. Mie Aceh
bisa digoreng ataupun direbus, sesuai dengan selera pembeli.
Mie kepiting merupakan salah satu mie yang selalu dicari
oleh wisatawan yang datang dari luar daerah dan juga sangat digemari oleh
masyarakat lokal. Aromanya yang menggoda,memberikan nuansa kenikmatan didalam
penyajiannya.Mie Aceh mudah dikenal dan banyak digemari oleh para penggemar
kuliner di nusantara.Bahkan banyak wisatawan mancanegara yang mulai menggemari
kuliner ini.
Disamping rasanya yang lezat dan berbau timur tengah, mie
Aceh juga taklepas dari rasa nuansa erofa dan cina.Benar-benar mie yang sangat
sensasional dan yummy.
Jika anda ingin menikmati kuliner yang benar-benar bernuansa
universal,maka jangan lupa anda untuk mencoba jajanan ini. Dijamin anda tidak
akan pernah kecewa.
Ada lagi yang namanya Kue Karah atau Keukarah, yakni sejenis
penganan yang cukup populer dikalangan masyarakat Aceh terbuat dari tepung
beras, berbentuk segitiga-sering juga berbentuk lipat dua-. Masyarakat Aceh
menjadikan kue ini juga sebagai bagian dari adat dan upacara-upacara
tradisional, khususnya di Aceh Barat, pada upacara pernikahan dan juga
acara-acara kematian. Misal di Khanduri Peuet Ploeh. Namun, kue ini juga
dikenal akrab oleh masyarakat di beberapa kabupaten lainnya di Aceh.
Kue berikutnya adalah Kue Boi, adalah penganan khas Aceh
Besar yang dikenal luas oleh masyarakat Aceh. Bentuk kue ini sangat bervariasi,
seperti; bentuk ikan, bintang, bunga, dan lain-lain. Kue Boi ini dapat
menjadikan salah satu buah tangan ketika akan berkunjung ke sanak saudara atau
tetangga yang mengadakan hajatan atau pesta, seperti sunatan dan kelahiran.
Kue Boi juga dijadikan sebagai salah satu isi dari bingkisan
seserahan yang dibawa oleh calon pengantin pria untuk calon pengantin perempuan
pada saat acara pernikahan.
Kue Boi sendiri biasanya diperoleh di pasar-pasar
tradisional ataupun dipesan langsung pada pembuatnya. Proses pembuatan kue Boi
ini pun tergolong sedikit rumit. Pasalnya, tidak semua orang bisa membuat
kuliner ini dan dibutuhkan kesabaran serta keuletan.
Kuliner Aceh lain adalah Ayam Tangkap, yang sangat terkenal
di Aceh. Sajian makanan yang satu ini amat menarik, yaitu ayam berbumbu yang
digoreng bersama daun rempah-rempah yang beraroma harum dan menggugah selera.
Cara membuatnya yaitu ayamnya dipotong kecil-kecil (sebesar ibu jari) kemudian
digoreng kering, kemudian disajikan dengan daun temburu dan cabe hijau yang
juga digoreng kering.
Walaupun bentuknya daun, karena digoreng kering maka daun
temburu ini menjadi gurih seperti keripik. Rasanya tidak berbeda dengan ayam
goreng biasa, namun dengan sajian keripik daun dan cabe hijau goreng ini
menimbulkan sedikit cita rasa yang berbeda.
Abad XVII, seorang berkebangsaan Belanda membawa kopi
arabika ke Batavia, kini Jakarta. Lambat laun, ketika Belanda menguasai Aceh,
kopi itusampai juga ke ujung utara Pulau Sumatra dengan jenis yang makin
beragam.
Tumbuh dari tanah Nanggroe yang subur, dipadu cuaca yang
mendukung, menjadikan tanaman kopi Aceh berkembang menjadi komoditas yang
bermutu dan tentu menguntungkan. Apalagi kemudian, prosesnya sejak penggilingan
hingga disaring menjadi secangkir minuman dengan cara yang khas, kopi Aceh
menjelma sebagai ikon.
Aroma kopi Aceh sudah sejak lama terkenal di Indonesia,
mungkin pula di dunia. Aceh adalah salah satu penghasil kopi terbesar di negeri
kepulauan ini. Tanah Aceh menghasilkan sekitar 40 % biji kopi jenis Arabica
tingkat premium dari total panen kopi di Indonesia. Dan Indonesia merupakan
pengekspor biji kopi terbesar keempat di dunia.
Memang kedahsyatan kopi Aceh ini sudah melegenda bahkan
pasca tsunami, kopi Aceh semakin mendunia berkat banyaknya penikmat kopi dari
para pekerja internasional yang datang untuk merekonstruksi Aceh.
Biji kopi terbaik di Aceh umumnya berasal dari Lamno. Biji
kopi Aceh biasanya di-oven selama 4 jam untuk menghasilkan mutu terbaik.
Setelah mencapai kematangan 80% barulah dimasukkan gula dan mentega. Kemudian
biji kopi yang telah masak digiling sampai halus.
Yang khas dari Kopi Aceh adalah aromanya yang kuat, cita
rasanya yang bersih dan tidak asam, serta efeknya yang mantap!
Yang membuat kopi Aceh lebih menarik adalah cara penyajiannya
yang khas, dan sedikit berbeda dengan cara penyajian di warung-warung kopi di
wilayah lain di Indonesia. Kopi diseduh, dan seduhan kopi disaring berulang
kali dengan saringan dari kain yang bentuknya mirip kaus kaki, lalu menuangkan
kopi itu berpindah-pindah dari satu ceret ke ceret yang lain. Hasilnya adalah
kopi yang sangat pekat, harum, tetapi tidak mengandung bubuk kopi karena sudah
tersaring di dalam “kaus kaki” tadi. Berbeda dengan kopi hitam di banyak daerah
lain yang masih menyisakan ampasnya.
Menikmati kopi Aceh bukan hanya menikmati rasanya, tetapi
juga tradisi budaya. Di Aceh, kedai kopi merupakan tempat berkumpul, bertemu
dan membicarakan segala topik. Bagi orang Aceh mengunjungi kedai kopi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari aktifitas sehari-hari. Sambil menikmati kopi,
mereka bersosialisasi dan menjalin silaturahmi. “Semua masalah pasti bisa
selesai di warung kopi,” begitu kata orang Aceh
Komentar