HARI sudah agak siang, matahari berada tepat di
atas kepala. Namun si raja siang ini berlindung di balik awan teduh. Jauh di
ufuk barat, langit yang semula cerah kini mendadak mendung diselimuti awan
tebal. Tak lama, gerimis mulai turun. Suasana yang semula gerah perlahan
berganti sejuk nan segar.
Kendaraan kami segera menepi, berhenti di sebuah kedai
kelontong yang tak jauh dari lapangan golf Desa Mon Ikeuen, Lhoknga, Aceh
Besar.
Lhoknga merupakan sebuah sebuah kecamatan yang berada di
bawah otoritas Pemerintah Kabupaten Aceh Besar. Kawasan wisata bahari ini hanya
berjarak sekitar 20 kilometer atau sekitar kurang lebih 30 menit perjalanan
dari Kota Banda Aceh.
Objek wisata bahari yang cukup terkenal di Aceh ini
menyajikan suguhan kombinasi dari keindahan laut dengan pemandangan asri.
Pegunungan kapur yang membentang hijau serta hamparan pasir putih yang
membentang layaknya intan permata di ujung Pulau Sumatera.
Saat tsunami menghantam Aceh pada 26 Desember 2014 lalu,
Lhoknga termasuk salah satu daerah terparah dihantam gelombang maha dahsyat
tersebut.
Meski pernah dihancurkan tsunami, warga Desa Lhoknga ini
perlahan-lahan mengembalikan kepercayaannya kepada alam, dan mulai mengatasi rasa
trauma mereka dan menghidupkan kembali pantai di yang menghadap ke Samudera
Hindia ini.
Siapa sangka, Desa Mon Ikeuen yang dulunya termasuk kawasan
terparah dihantam tsunami kini menjadi incaran turis asing yang hobi
berselancar. Maka, tak heran jika kita mengunjungi Desa Mon Ikeuen ini
seringkali menjumpai bule-bule asing dari berbagai belahan dunia yang hilir
mudik sambil bercanda ria.
Sembari menyeruput kopi, mata kami tertuju ke arah segerombolan bule asing yang
mondar-mandir di sepanjang jalan. Sebagian lainnya juga terlihat asyik
nongkrong di cafe-cafe yang letaknya tidak jauh dari homestay.
“Excuse me, We’re looking for a rent homestay, can I get one
with a suitable couple room for us? (Permisi, kami sedang mencari sebuah
penginapan, bisakah saya dapatkan satu ruang yang cocok untuk pasangan seperti
kami?),” kata turis asing kepada Ulumuddin, pemilik Homestay setempat.
Bule yang kemudian diketahui bernama Peter ini merupakan
warga asli Kanada. Ia mengaku sengaja datang jauh-jauh dari negaranya untuk
menguji nyalinya sebagai peselancar.
Kepada Mediaaceh, Peter mengaku sudah lama mendengar tentang
keindahan pantai Lhoknga dari rekan senegaranya yang sudah pernah singgah ke
Aceh.
“I heard from my friends before that we could find a nice
and beautiful beach view. Then we also able to get a cheap rent homestay
easily, that’s why I was so interested to be here (saya dengar dari rekan saya
sebelumnya bahwa kita sangat mudah menjumpai pemandangan laut yang indah nan
asri. Kami juga mudah mendapatkan tempat penginapan dengan harga yang murah
sekali. Itulah sebabnya saya sangat tertarik datang kemari,” kata Peter kepada
Mediaaceh, Minggu, 17 Januari 2016.
Hal senada juga diungkapkan Ulumuddin atau yang akrab disapa
Olo. Warga asli Desa Mon Ikeuen ini mengaku sudah merintis bisnis homestay ini
sejak tahun 1981 lalu.
“Pertama kali, bisnis ini dirintis oleh ayah saya, Darlian
sekitar tahun 1980. Tapi mulai berjalan sejak tahun 1981,” kata Olo.
Menurutnya, banyak bule memilih inap di homestay karena
tarifnya lebih murah bila dibandingkan dengan tarif hotel. Salah satu
keuntungan menginap di penginapan ini adalah langsung mendapat layanan rumahan
secara personal. Hal ini membuat sebagian turis asing merasa betah dan nyaman
sehingga mereka juga dapat merasakan langsung sentuhan tradisi Aceh.
Pemilik Darlian’s homestay ini mengaku, binis homestay ini
mulai geluti oleh warga lainnya dan kini telah berkembang dengan jaringan
sekitar 10 homestay yang terletak di beberapa lokasi di Desa Mon Ikeuen. Dengan
pelanggan yang terbilang terus berkembang, Olo mengaku mampu meraup omzet
sekitar Rp 50 hingga 60 Juta pada musim liburan. Ia mengaku, umumnya
turis-turis asing mulai berdatangan mulai dari bulan Agustus hingga April.
“Itu belum lagi dengan sewa sepeda motor. Kawasan sini sudah
akrab sekali kita lihat bule-bule mondar-mandir, kalau di Bali terkenal dengan
pantai Kute atau Jembrana, disini terkenal dengan Desa Mon Ikeuen,
Komentar