MINGGU, 21 Juli 2002, para
petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) berkumpul di Stafanger, Norwegia. Saat itu
mereka membicarakan tentang kelanjutan perjuangan pemerintahan GAM dan segala
atributnya. Pertemuan itu melahirkan deklarasi Stafanger. Kesimpulannya, bentuk
pemerintahan diatur kembali dan juga menetapkan berbagai struktur pemimpinnya.
Nama negara menjadi Negara Acheh, lalu nama pemerintahan dikukuhkan menjadi
Pemerintah Negara Acheh, dengan ibukotanya Kutaraja (Banda Aceh).
Pimpinan Negara dipegang oleh DR.
M. Hasan di Tiro dengan Perdana Menteri, Malek Mahmud. Beberapa menteri GAM
juga ditetapkan di sana. Untuk sayap militer, GAM menggati nama dari Angkatan
Gerakan Aceh Merdeka (AGAM) menjadi Tentara Neugara Aceh (TNA).
Sebelumnya riwayat sayap militer
GAM memang panjang. Berawal dari deklarasi GAM untuk menyatakan pisah dari
Indonesia pada 4 Desember 1976, Hasan Tiro sang deklarator saat itu, membentuk
sayap militernya, AGAM. Markas pun dibangun di hutan untuk memulai gerilya di
Tiro, Pidie.
Hasan tiro yang sebelumnya
tinggal di Amerika Serikat, menganggap Aceh perlu hidup terpisah dari
Indonesia, karena ketidakadilan dan kesadaran politik. Berangkat dari strategi
gerilya ini, awalnya AGAM tak terlalu menonjolkan gerakan bersenjata. Teungku Hasan
Tiro menulis dalam catatan hariannya, ”Kami hanya punya beberapa pucuk
senjata,” tulisnya dalam ‘The Price of Freedom: Unfinished Diary of Teungku
Hasan di Tiro’, yang terbit di Kanada pada 1984.
Kepada saya -akhir 2005- Sofyan
Dawood, mantan Juru Bicara TNA GAM menceritakan kisah TNA. Pada tahun 1979,
Hasan Tiro berangkat ke luar negeri untuk mencari dukungan politik. Urusan
perjuangan, diberikan kepada sayap militernya. Panglima militer pertama adalah
Daud Husein alias Daud Panek.
Memperkuat gerakan bersenjata, Hasan Tiro mengeluarkan intruksi untuk mengumpulkan para pemuda Aceh yang gagah, untuk dikirim ke Libya. Sekitar tahun 1986, beberapa pemuda Aceh bergabung dan menjalani latihan di Maktabah Tajurra, kamp latihan militer GAM di Libya.
Memperkuat gerakan bersenjata, Hasan Tiro mengeluarkan intruksi untuk mengumpulkan para pemuda Aceh yang gagah, untuk dikirim ke Libya. Sekitar tahun 1986, beberapa pemuda Aceh bergabung dan menjalani latihan di Maktabah Tajurra, kamp latihan militer GAM di Libya.
Lalu, satu persatu pulang kembali
ke Aceh, ”gerakan bersenjata makin kuat, terutama setelah mereka yang dilatih
di Libya kembali ke Aceh,” sebut Sofyan. Para jebolan camp militer inilah yang
kemudian menjadi perintis gerilya di Aceh.
Menurut Sofyan, latihan ke Libya berlangsung dalam beberapa tahap, sekitar tahun 1986-1989. Selama itu pula, GAM telah mendidik sekitar 800 orang tentang taktik gerilya, senjata, dan teknik para komando. Lalu kembali untuk niat memerdekakan Aceh.
Menurut Sofyan, latihan ke Libya berlangsung dalam beberapa tahap, sekitar tahun 1986-1989. Selama itu pula, GAM telah mendidik sekitar 800 orang tentang taktik gerilya, senjata, dan teknik para komando. Lalu kembali untuk niat memerdekakan Aceh.
Tapi tak semuanya bisa tiba di
Aceh, sebagian tersangkut di Malaysia, sambil menunggu bisa menyusup ke Aceh.
Sebagian lagi memperkuat GAM dalam meminta dukungan pihak luar. Ratusan alumni
Libya masih tersisa saat ini, “Sangat banyak, bukan hanya di Aceh, di luar juga
ada,” sebut Sofyan.
Sebut saja, Panglima GAM, Muzakkir Manaf yang merupakan angkatan pertama Libya. Lainnya adalah Darwis Jeunieb, Ridwan Abu Bakar dan juga Nasaruddin. Tapi tak sedikit juga yang tewas akibat kontak senjata, seperti Ishak Daud, yang tewas September 2003 lalu, di Peurelak, Aceh Timur.
Sebut saja, Panglima GAM, Muzakkir Manaf yang merupakan angkatan pertama Libya. Lainnya adalah Darwis Jeunieb, Ridwan Abu Bakar dan juga Nasaruddin. Tapi tak sedikit juga yang tewas akibat kontak senjata, seperti Ishak Daud, yang tewas September 2003 lalu, di Peurelak, Aceh Timur.
Alumni inilah yang mendidik para
personil muda lainnya di Aceh, hingga kemudian muncul nama-nama seperti Tgk
Muchsalmina, Darmansyah, Tgk Jamaica dan Tgk Muharram.
Sayap militer GAM, memakai
kurikulum pendidikan militer Libya sebagai standar pengkaderan. Misalnya, dalam
baris-berbaris, semua perintah masih memakai bahasa Arab. Cara mereka berbaris
juga mirip tentara Libya. Seperti berjalan dengan dagu tegak, dan bergerak
serempak dengan irama kaki yang dilambungkan tinggi-tinggi ke depan.
Sofyan Dawood menyebutkan, dalam
sejarah sayap militer GAM, sebanyak empat orang telah mengisi jabatan
panglimanya, setelah Daud Husein, ada Tgk Keuchik Umar, lalu Komandan Rasyid,
sebelum Abdullah Syafii memegang tampuk. “Saat itu Muzakkir Manaf adalah wakilnya,”
sebut Sofyan.
Abdullah Syafii meninggal pada 22
Februari 2001, dalam sebuah kontak senjata. Tampuk pimpinan AGAM kemudian
dipegang oleh Muzzakir Manaf, tanpa wakil. Juru bicaranya, Sofyan Dawood.
Kemudian pada tahun 2002, petinggi GAM mengganti nama sayap militernya dari
AGAM menjadi Tentara Neugara Aceh (TNA).
Usai kesepakatan damai, MoU
Helsinki, militer GAM berangsur-angsur didemobilisasi. Usai penghancuran semua
senjata GAM pada 21 Desember 2005, TNA pun dibubarkan. Secara resmi dinyatakan
pada 27 Desember 2005.
Pembubaran sayap militer itu, GAM
membentuk Komite Peralihan Aceh (KPA). Menurut Sofyan, komite inilah yang akan
mengorganisir semua mantan TNA, untuk kemudian dibantu secara organisasi sipil
dalam mencari pekerjaan dan penghidupan yang layak.
“Kita tetap akan membantu mantan
TNA untuk beralih ke sipil,” sebut Sofyan yang saat ini mempunyai jabatan
sebagai Juru Bicara KPA.
Mantan Panglima TNA, Muzzakir Manaf menyebutkan TNA dan segala atributnya sudah dibubarkan, “sekarang yang ada hanya KPA, sebuah organisasi sipil,” sebutnya dalam konferensi pers bersama wartwan di Kantor GAM, Lamdingin, Banda Aceh, 28 Desember 2005.
Mantan Panglima TNA, Muzzakir Manaf menyebutkan TNA dan segala atributnya sudah dibubarkan, “sekarang yang ada hanya KPA, sebuah organisasi sipil,” sebutnya dalam konferensi pers bersama wartwan di Kantor GAM, Lamdingin, Banda Aceh, 28 Desember 2005.
Keberadaan Muzakkir Manaf di
hadapan pers adalah yang pertama, sejak MoU ditandatangani 15 Agustus 2005
lalu. Untuk yang pertama kali ini juga dia berbicara di hadapan pers.
Menurut Muzakkir, komite tersebut
juga dipimpin olehnya, guna lebih bisa mengontrol kondisi dan keberadaan mantan
TNA GAM, pasca damai. Menurut Muzakkir, KPA ini akan bekerja perlahan-lahan,
untuk mengembalikan para mantan TNA ke masyarakat, “bisa mendapat pekerjaan dan
perbaikan ekonomi, kita akan terus mengusahakan itu,” sebutnya.
Dua tahun lebih perdamaian berjalan, Muzzakir manaf tetap pada pucuk pimpinan. Sofyan Dawood tak lagi pada juru bicara. Dia digantikan Ibrahim Syamsudin pada 3 Mei 2007. Alasannya, regenerasi kepemimpinan.
Dua tahun lebih perdamaian berjalan, Muzzakir manaf tetap pada pucuk pimpinan. Sofyan Dawood tak lagi pada juru bicara. Dia digantikan Ibrahim Syamsudin pada 3 Mei 2007. Alasannya, regenerasi kepemimpinan.
Setelah mantan petempur GAM tak
lagi di hutan. Bersama KPA, ribuan mereka telah berbaur dengan masyarakat.
Kerap berkumpul, tapi tak lagi membicarakan kelanjutan perjuangan seperti di
Stafanger, Norwegia dulu. Kini, hanya membicarakan bagaimana kelanjutan
perdamaian di Aceh, dan mengisinya.
sumber : Rekam Jejak Tragedi Aceh
Komentar