Siang ini gue duduk-duduk sambil
ngetik di ayunan yang ada di taman rumah, yah lama-lama rumah gue bias dapet
kalpataru. Pohon dimana-mana, rumput dimana-mana, sampe-sampe ada monyet
jalan-jalan dihalaman depan.
Gue jadi kepikiran dengan cerita
mama gue tentang suatu kata yang sederhana tapi memiliki penuh makna, ya
kayaknya namanya “CINTA” kalo saya tidak salah.
Masalah cinta, dulu mama dan ayah
gue nggak pernah pacaran. Sumpah! Katanya mereka nggak pernah pacaran.
Jadi ceritanya dulu mamaku cewek
yang rajin banget, dia waktu matahari terbit jalan kaki dari rumah tempat dia
numpang ke universitasnya buat pergi kuliah, trus waktu sore sampe malem kerja
di pertokoan yang ada di sekitar pasar burung dekat samping pasar 16 ilir gitu.
Tau kan? Ya udah ditahu kan aja. Kenapa dia kerja sambil kuliah? Karena dia
lahir dari keluarga miskin, miskin banget, hehe.
Ayahku waktu itu sudah PNS di
Departemen Pekerjaan Umum, jadi waktu itu masih ada proyek pembangunan taman di
bawah jembatan Ampera, siapa yang tau?
Karena lelah ayahku langsung ke
warung untuk beli minuman dan makanan. Akhirnya dia ketemu sama cewek yang
bakal jadi mamaku. Yah, namanya pandangan pertama, bedelewsew gitu.
Kata mamaku, ayahku dulu jelek
dan kurus trus rambutnya panjang kayak penyanyi dangdut. Aku sih wajar, namanya
anak teknik memang jarang rapi.
Siapa pula yang tau kalo mamaku
adalah teman akrabnya keponakan ayahku yang satu rumah dengan ayahku. Hingga
akhirnya, keponakan ayahkulah yang mendekatkan ayahku dengan mamaku. Dan
akhirnya mereka berdua menikah. Siapa yang menyangka manusia yang baru bertemu
satu sampai dua bulan langsung menikah tanpa pacaran?
Tapi, hubungan mereka sampai
sekarang harmonis. Mamaku selalu mengantarkan makanan dan mencucikan baju
ayahku walaupun ayahku dibuang dipenjara, hilangkah rasa cintanya? Kalo aku
ngintip, mamaku tahajud, baca Quran habis itu menyebut nama ayahku sambil
menanggis. Mamaku juga bukan kayak cewek liar yang hobi keluar rumah tanpa
keperluan. Padahal mereka tidak pernah pacaran, tidak pernah bertemu lama-lama
sebelum menikah, tapi mengapa mereka saling mencintai dengan sangat dalam?
Berarti kita sudah dapat merobohkan teori orang liberal yang bilang “Pacaran iu
penjajakan biar saling mengenal, kalo dah nikah kan udah tau satu sama lain.”
ITU SALAH BESAR!
Apakah ini artinya kalo jodoh itu
bisa orang yang tidak kita sangka-sangka? Bukankah jodoh itu orang yang memang
ditakdirkan? Walaupun tak pernah kita melihat wajahnya sebelumnya? Benar kah?
Sekarang giliran kita untuk
berjuang menimbang cinta, apakah benar itu masih dikisaran cinta, ataukah sudah
nafsu. Setuju?
Aku pernah sih nanya ke mamaku,
“Ma, kok hidungku pesek, adek-adekku mancung semua?” hehehehee. (muke gile).
Mamaku menjawab dengan santainya,
“Dulu, saat mama hamil kamu kita kan masih di Baturusa, mama sering naik sepeda
ke perumahan orang cina. Trus mama lihat anak babi lucu semua, masih merah
warnanya gitu. Mungkin gara-gara mama sering ngidam lihat babi kali ya.”
Hehehhe, dengan ketawa polosnya.
-_- “Gile bener ma.”
“Nah, kalo adekmu kan lahir saat
kita udah di Kota, jadi mama sering lihat TV kan banyak artis-artis tu di TV.”
Lah, terlepas dari itu semua.
Kamvreetlah. -_- hahhaa. Oke, terlepas dari mama gue ngidam lihat babi dan
hidung ayah mama gue mancung. Kita wajib bersyukur Alhamdulillah karena bias
lahir dalam keadaan yang sebaik-baiknya manusia. Ya toh?
Ya udah, nggak penting banget!
Sekarang gue pengen cerita
tentang CINTA MONYET sesuai judulnya. Ini berdasarkan pengalaman gue.
Cekidot,..
Jadi pas SMA gue pernah kena
cinta monyet dan gue kira, gue udah pacaran dengan orang yang salah. Salah
banget, ya saat saat itu gue jadi orang yang bener-bener terpuruk (membuat diri
sendiri menjadi terpuruk).
Tapi terkadang saat kita
mencintai seseorang kita nggak tau, apakah cinta itu bermanfaat untuk kita
ataukah malah merugikan. Ya toh?
Memang, masa-masa SMA dan
masa-masa remaja adalah masa yang rawan dimasuki pikiran-pikiran yang nggak
penting banget tentang cinta. Cinta itu kita Cuma taunya pacaran,
gombal-gombalan nggak penting bahkan marah-marahan di SMS.
Ya, jujur gue pernah mengalami
terpuruk oleh cinta. Tapi ternyata, kalo dikipir pake otak yan ada didalem
kepala gue (mungkin yang lain ada di dengkul) buat apa kita mikirin orang yang
jelas-jelas belum tentu jadi jodoh kita. Bener toh? Ngabis-ngabisin energy tau
nggak!
Susah melupakan orang yang kita
sukai? Susah? Susah? Susah toh?
Sebenarnya elo bias melupakan
siapapun kalo elo pengen, kalo elo pengen! Yang ada sekarang banyak yang lebay
alay pengen melupakan dan menganggap biasa-biasa saja tapi malah masih dipikrin
ajeeee. Kan nggak masuk akal kan bias melupakan kalo masih dipikirin? -_-
Dulu gue sering masuk angin.
Tapi, semanjak gue ke klinik tongfang gue jadi pengendali angina. Yah yah yah
yah.
Pas gue tamat SMA, gue stress
amat amat teramat stress karena putus sih. Sampe-sampe gue ikut tes Akademi
Militer buat ngilangin stress gue. Gue sampe sekarang nggak tau, kenapa sampe
ikut tes akademi militer segala. -_- ntah apa alasannya. Hehehe.
Jadi pas bulan Juni gue ikut
Bimbel dan semuanya berubah di Bimbel. Haha.
Ada temen gue yang namanya gue
rahasiakan, cukup gue sebutin inisialnya doang. Jadi inisialnya Umar, dia anak
kelas sebelah. Jadi dia datang ke gue dan bilang gini, “Gus, salam ya sama anak
Raudah yang ada di kelas bimbel kalian.”
Jadi pas masuk kelas, kebetulan
gue duduk di sebelah anak Raudah (Raudatul Ulum, Pesantren besar di Sumsel yang
lulusannya banyak ke Mesir).
Aku mencoba menyapa sebentar,
“Kamu anak RU kan?”
“Iya, aku anak RU. Kenapa
emangnya?” jawabnya sambil meletakkan pulpen dimeja belajar.
“Ada salam dari temenku Umar.
Katanya buat anak RU yang namanya Siti.” Jawabku yang masih biasa-biasa aja
sama dia.
“Bukan, aku Aisyah.” Dia juga
menjawab singkat.
“Jadi ada berapa orang RU disini?”
tanyaku.
Dia jawab sambil lihat ke
belakang, “Ada dua orang sih, Siti dibelakang.”
Jadi semenjak itu aku semakin
dekat dengan anak itu.
Jadi kisahnya gue satu kelas sama
anak Pesantren, bisa kita bilang orangnya alim gitulah. Yah terkadang kita hanya
bisa berfikir dan bertanya didalam hati, “Dia kok bisa hidup dalam keadaan
kayak gitu, masak kita kagak bisa?”.
Tapi untuk kali ini gue bilang
dalam hati gue, “Oke kita coba juga.” Hehehe.
Awalnya Cuma sering belajar
bareng, adu siapa yang lebih besar nilai tes dan try outnya, ke Gramedia
sama-sama, belajar Psikotes (karena dulu psikotesku pas Tes AAL peringkat 1,
hehe), masih banyak sih kerjaan modus yang gue lakukan sama dia sejalan-jalan.
Hingga hari itu dia memberikan
aku pelajaran untuk bisa menimbang cinta, meletakkan posisi cinta sebagaimana
mestinya. Untuk memberikan rasa nyaman dan memotivasi tanpa harus pacaran dan
lain-lainlah.
Hingga kami berpisahpun karena
mengemban Studi ditempat masing-masing, masih sering memotivasi. Tanpa kata
cinta, kata rindu, kata kangen dan lain-lain kami masih bisa berhubungan baik.
Kata-kata yang paling memotivasiku jika aku menghubunginya untuk mengeluhkan
betapa sulitnya pelajaranku di FK adalah, “Masak laki-laki ndak bisa menghadapi
persoalan dan pembelajaran yang begitu.”, tanpa kata cinta dan kata rindu,
sekali lagi tanpa kata cinta.
Hingga akhirnya kami nggak pernah
kali kontak dan bertemu dalam waktu yang sangat lama.
Hingga akhirnya di Akhir bulan
2011, waktu itu gue masih di Depkes Palembang. Ada pengumuman seminar nasional
gitulah dari temen gue, pada intinya dia ngajak gue. Tapi gue jawab, “GUe udah
sering ikut yang kayak gituan.” Sambil ketawa.
Tapi temen gue punya tiket gratis
dan kasih ke gue satu sambil bilang, “Kalo berubah pikiran kamu bisa datang ya
ke seminarnya.”
Entah kenapa gue tiba-tiba
berubah pikiran buat ikut seminar itu. Gue mandi pagi-pagi dan naik motor
menuju Tempat Seminar Nasional itu. Nggak pernah gue sangka dan nggak pernah
gue duga saat pulang dari seminar gue bertemu kembali dengan dia di Gedung
Pasca Sarjana. Hehe.
“Yahhh, si kampret ini masih hidup juga.”
Ucapku ketika bertemu dengannya.
“Hahaha, apo diolah wong
ini.” Jawabnya dengan logat Palembang kentalnya. Hehehe.
Intinya terkadang kita harus bisa
menimbang dengan adil cinta-cinta yang hinggap di hati kita, bukan dengan
neraca pegas maupun timbangan beras. Tapi memakai Otak yang dikendalikan dengan
Nurani, bukan dengan Nurani yang dikendalikan oleh otak.
Cinta datang bukan untuk
menyakiti.
Cinta datang bukan untuk
menjatuhkan satu sama lain.
Cinta datang bukan untuk
menghancurkan dan membenci.
Tapi cinta datang untuk
menciptakan kenyamanan didalam hati nurani yang tak tersebutkan lagi.
Semoga berguna brooohh dan
sistha.
yang jelas ingat ya bro dan sist,
jangan hanya berbuka dengan yang manis. berbukalah dengan yang manis dan halal.
(Ngertos ora?)
Cerita diatas hanyalah fiktif
belaka. hehehe. Kalo ada kesamaan nama dan latar mohon dimaklumi,
Komentar