NASIB IBU DI KALA MERAYAKAN HARI IBU?



Spesial Thanks for MAMA.
Present for you all.     

Karena kemarin adalah hari Ibu, seluruh Indonesia merayakannya begitu. Aku juga nggak tau apa dan bagaimana kenapa tanggal 22 Desember adalah hari ibu. Maaf banget telat, karena banyak banget kesibukan selama beberapa hari ini. Yah tentunya agar nggak terlalu basi, aku mau nulisnya sekarang. Ketika masih ada waktu luang, dan inilah persembahan untuk ibuku. J
Yang jelas kita memang butuh waktu yang menjadi momentum untuk mengingat ibu, jujur aja! Aku kadang-kadang ingat ibu Cuma waktu sakit, bokek, susah, dan sangat jarang ingat ibu disaat sedang nyaman. Wow? Ya, kalo ente-ente juga jujur pasti sama kan?
Kata “Surga ditelapak kaki ibu” adalah kata yang sangat sering kita dengar, tapi bukan berarti kita cuci kaki ibu terus minum aer cuciannya ya, salah kaprah banget tau nggak.
Disela-sela kegiatan yang padat ini, aku pengen memberikan apresiasi yang sangat besar kepada ibuku, nenekku, ayahku yang pernah jadi ibu sementara buat aku, pengasuhku waktu bayi, dan semua ibu yang ada didunia.
Di kala kita merayakan hari ibu, tahukah anda jika banyak ibu yang menderita ketika melahirkan? Angka kematian ibu tahun lalu aja 359/100.000 angka kelahiran bayi. Bayangin aja, betapa mulianya seorang ibu yang melahirkan seorang manusia mungil tak berdosa, bertaruh dengan nyawa. Bahkan tak sedikit ibu yang kena komplikasi melahirkan. Belum lagi ibu yang terkena Diabetes Gestasional, eklamsi, dan beresiko terkena penyakit degenerative lainnya setelah melahirkan.
Belum cukup itu, ada beberapa suku yang mengasingkan seorang perempuan yang dating bulang, ada pula yang mengasingkan ibu yang sedang dalam masa nifas, bahkan mengasingkan ibu yang sedang hamil dipedalaman hutan. Ada juga beberapa bangsa yang memiliki adat “Wanita Hamil Makan Terakhir”. Jadi kayak gini, seorang perempuan boleh mengambil makanan setelah semua anggota keluarganya telah mendapatkan makanan. Oke kalau masih ada sisa, kalo tidak bagaimana? Kalo ada tapi sedikit bagaimana? Bagaimana dengan kebutuhan gizi seorang wanita hamil? Berbahaya bukan? Dan ini adalah cerita lama dari WHO. Kesetaraan gender memang perlu diwaktu yang tepat, seperti kasus diatas.
Pendidikan, gizi, maupun perhatian kesehatan ke ibu memang masih kurang dan bahkan ada yang belum dapat terjangkau. Kepercayaan akan mitos-mitos jaman dulu juga terkadang dapat menyebabkan hambatan maupun komplikasi pasca natal. Seperti, tindakan persalinan oleh dukun beranak yang tidak terlatih. Bahkan ada juga yang memanaskan (maaf) lubang bersalin dengan bara yang memang itu tidak steril.
Akses pelayanan kesehatan yang tidak terjangkau, terkadang menyebabkan sebuah pos kesehatan hanya sebuah symbol didekat desa tersebut. Seperti di Indonesia yang memiliki distribusi penduduk yang beraneka ragam jika kita tinjau dengan ilmu antropologi. Kondisi masyarakat di Jawa, Sumatera, Papua, Kalimantan dan lainnya sangat berbeda. Seperti di Jawa yang aksesnya mudah, tida seperti di Papua maupun Kalimantan yang terkadang ibu hamil dan suaminya harus bernyanyi “mendaki gunung melewati lembah, sungai mengalir indah kelautan.”.
Ini bukan guyonan, aku serius lho. Lantas, apakah kita hanya akan berpangku tangan? Apakah hari ibu adalah symbol? Celebrasi yang memang aku rasa nggak ada manfaatnya jika “Maternal Care” tidak kita perbaiki. Celebrasi tak akan mengubah apapun bung, tunjukkan kepedulianmu akan pencapaian penurunan Angka Kematian Ibu minimal menjadi 100/100.000 kelahiran, kalo bisa jadi 0/100.000 kelahiran walaupun saya rasa itu mustahil.
 Keselamatan ibu adalah tanggung jawab semua manusia, bukan Cuma dokter, bidan, perawat dan suami. Tapi adalah kewajiban dari semua manusia yang memang masih memiliki nurani.

Perjuangan Ibuku    
Overall, aku terima kasih banget sama ibuku yang sudah susah-susah melahirkan aku. Mengandung selama 9 bulan 10 hari (walaupun nggak mungkin setepat itu), kalo kata ibuku rasa melahirkan itu sakit banget dan ibuku dapet banyak jahitan. Didalam rumah peninggalan Belanda (yang kini jadi balai kecamatan) tua yang kata ayahku kalo ada angina putting beliung langsung roboh.
Tak cukup itu, ibuku juga dulu kena komplikasi pascanatal dan juga kena babyblues syndrome. Sehingga dirawat dirumah sakit dalam waktu yang lama. Jadi nggak ada alasan untuk membantah dan mengecewakan ibuku. Selanjutnya, ayah menyuruh ibuku yang sewaktu itu udah jadi PNS Guru untuk berhenti menjadi PNS dikarenakan ayahku ingin ibuku focus mengurus anaknya.
Dulu ibuku juga pernah jadi single parents selama bertahun-tahun, ketika ayahku disekolahkan ke Swiss oleh kementrian pekerjaan umum. Waktu itu aku masih kecil banget, usia baru 4 tahun. Kemana-mana jalan sama ibu, sampe aku pernah jatuh dan kepalaku berdarah. Siapa yang bawa kerumah sakit? ibu juga toh. Hingga saat ini memang cerita-cerita kenangan di masa kecil ketika hidup masih dipangkuan ibu sangatlah menyenangkan dan membuat haru.
Skip ke masa SD ketika ayahku diambil oleh JICA (Japan International Cooperation Agency) untuk menangani pembangunan didaerah tertinggal, kembali ibu jadi single parent. Aku tau banget kalo ibu itu nggak mengendarai sepeda motor. Lalu apa yang terjadi? Ibu belajar naik motor buat nganter aku ke sekolah dulu. Jalan motornya pelan banget sampe-sampe kalo ada orang lari bisa saja menyusul motor yang dikendarai ibu. Trus, kami juga pernah nyunsep ke got/parit, untung aja nggak masuk ke sungai musi.
Masih ingat juga nggak kalo dulu aku di kelas 1 SD adalah anak terbelakang? Yah, orang-orang sering bilang aku idiot. Kalo nggak salah aku ranking 26 dari 26 orang siswa. Kemudian ibu yang saat itu mengambil rapot nggak marah sama sekali, ibu malah memberikan semangat bahwasanya kamu pasti bisa. Setiap tahun begitu, beliau tak pernah menuntut untuk dapet nilai besar, sudah mau sekolah aja syukur. Walaupun hingga akhirnya aku bisa selalu menjadi ranking 3 besar dikelas. Itu semua atas kebaikan ibu.
Dulu ayah sibuk banget sama Golkar, tiap beberapa bulan dia pergi mengikuti kegiatan golkar. Yah, ibu nggak pernah protes, nggak pernah terlihat didepan kami kalo ibu sedih ataupun marah. Melihat wajah yang selalu mengalah itupun tak pernah juga membuat kami tega untuk menanggis atau bahkan buat bertanya kemana ayah.
Saat aku kelas enam SD sampai kelas 2 SMP ibu kembali jadi single parent, semua peran harus dia mainkan. Mengurusi tiga anaknya, dan membuat kami untuk tidak bertanya kemana ayah? Ya, kalo kita ceritakan perjuangan ibu nggak ada habis-habisnya.
Pekerjaan yang tak pernah libur. Ibu bekerja 24 jam sehari, 7 hari satu minggu, 30 hari satu bulan, bahkan 365 atau 366 hari setahun. Tanpa digaji lho? Nggak ada waktu istirahat, dia boleh makan ketika orang yang dicintainya sudah makan. Dia nggak bisa tidur ketika ada bayi yang menanggis, kita yang rewel ketika ingin meminta sesuatu kepadanya. Ditambah lagi anaknya sering buat olah, dia akan berdoa ketika suatu saat anakku bisa menjadi manusia yang berguna.
 Ketika ayah mau diambil ke Kementrian, ibulah orang pertama yang melarang. Ibu berkata, “Tega kamu meninggalkan banyak orang yang masih membutuhkan kita? Yang masih bergantung kepada kita.”, ibu sering mengajarkan kami kesederhanaan, mengajarkan kami untuk membantu banyak orang. Ibu tak pernah meminta yang macam-macam kepada ayah, bahkan kerap kami melihat beliau menjual perhiasan yang sudah disimpan dari jaman kami baru lahir hanya untuk membuat anaknya tersenyum.
Yang jelas kalo mau cari istri kayak ibu ajalah, perfect dah. Ibu nggak pernah minta yang aneh-aneh dari ayah. Bahkan ketika ayah mendapatkan jabatan sebagai kepala dinas pekerjaan umum, ibu berkata kepada ayah “Coba pikirkan baik-baik, jabatan tidak akan membuat kita bahagia. Datangilah pak bupati bilang mungkin kamu menolaknya. Aku takutnya kau Cuma jadi tumbal mereka saja.” Walaupun ayahku tidak mengubrisnya, ibuku bilang “Jangan pernah kau bawa uang hasil korupsi untuk makan anak-anakmu, haram itu.” Begitulah seru ibuku ketika itu kami semua kaget karena tak biasanya ibu bicara kasar kepada ayah.
Walaupun beberapa tahun kemudian apa yang dikatakan ibu itu benar, ayah dijebloskan ke penjara akibat tuduhan kelalaian administrasi. Saat itu aku masih tingkat satu sampai tingkat dua akhir kuliah di kedokteran. Yah seperti biasa ibu harus mencari uang biar ketiga anaknya bisa bersekolah dengan tenang. Walaupun bantuan demi bantuan dari orang-orang yang dulu pernah ditolong ayah dan ibu juga dating bergantian. Saat itu ibu sudah menjadi seperti pengemis, beliau mendatangi sekda, dan bupati. Aku juga berusaha untuk mendapatkan beasiswa untuk mencukupi uang kuliahku, membantu sedikit-demi sedikit untuk mencukupi uang jajanku baik dengan cara mengajar maupun berjualan.
Hingga akhirnya supir ayahku dan kakakku yang Alhamdulillah beliau sangat setia menjaga ibuku menelponku, mereka mengabarkan bahwa kesehatan ibu menurun, itu yang membuat diriku shock. Konflik batinpun terjadi ketika aku berfikir untuk mau berhenti kuliah atau pindah kuliah dikarenakan memang aku nggak tega mendengar hal tersebut terjadi pada ibuku. Walaupun akhirnya ibuku melarang aku untuk pulang.
Setelah ibu sehat, ibu kembali “berulah”, beliau memasukkan lamaran pekerjaan ke dinas kebersihan sebagai tukang sapu. Dan memang bagiku hal tersebut sangat menjijikkan, ibuku yang sarjana pendidikan, kenapa dia mau melamar pekerjaan menjadi tukang sapu? Jawabannya lumayan dapet 800.000 perbulan kan minimal bisa untuk uang jajan kalian. Karena memang kita nggak punya apa-apa lagi. Kembali aku menelpon supir ayahku dan kakakku, aku marah sekali kenapa mereka tidak mengawasi, aku suruh mereka menarik lamaran pekerjaan itu.
Hingga akhirnya aku juga putus asa, ya sudah aku daftar CPNS di Sekretariat Jendral MPR. Tapi tiba-tiba ibu menelpon dan dia berkata, “Jangan berhenti kuliah, harapan kami berdua dirimu jadi dokter, bukan jadi yang lain. Kabulkanlah harapan kami berdua. Apapun akan kami lakukan, Banyak yang masih bisa dijual, kita bisa jual rumah, mobil, dan bahkan semuanya. Makan singkong udah biasa, lauk Cuma garam sudah biasa, tinggal dirumah kayu sudah biasa, nggak punya mobil dan motor sudah biasa.” Akupun terdiam ketika ibu berkata seperti itu, “Dan yang lebih pentih, jadilah sampel untuk orang-orang bahwa anak orang yang difitnah dan susah ternyata bisa berguna untuk banyak orang.”
Garis bawahi ibu selalu menekankan untuk menjadi “BERGUNA” untuk banyak orang, simple kan?.

HARAPANKU DIHARI IBU
Seperti yang pernah aku katakana dengan temenku Gita yang kuliah di UGM, tentang harapan dihari ibu. Pesan BBMnya begini:
Harapanku kepada banyak wanita “Wanita adalah makhluk yang mulia, dari rahim-nya-lah keluar seorang makhluk tak berdosa yang suci lahir dan batin. Maka muliakanlah diri kalian dan jadilah ibu yang baik untuk anak-anak masing-masing dari kalian nanti, agar anak-anak masing-masing dari kalian kelak lebih mulia dari kalian. Aamiin.”
Harapanku kepada semua ibu, “Overall, Selamat Hari Ibu dan perjuangkan selalu hak kalian para wanita. Asupan gizi yang baik, perhatian dari petugas kesehatan, bahkan kalian berhak mendapatkan kehidupan yang layak dari laki-laki.”

Harapanku untuk petugas kesehatan, “Selamat Hari Ibu, dan juga terimakasih atas bantuan para bidan yang juga merupakan ibu dan membantu proses persalinan banyak ibu. Harapan-ku ditahun ini dalam rangka Hari Ibu, tingkatkan maternal care, menghancurkan diskriminasi gender kepada ibu, semoga semua keluarga tahu bahwa asupan gizi ibu hamil sangatlah penting sehingga mereka didahulukan, semua tenaga kesehatan mau turun kelapangan untuk meninjau maternal care, tersedianya dan terjangkaunya fasilitas kesehatan kepada ibu, ambulan gratis untuk ibu melahirkan, dan yang terpenting dari itu kita muliakan ibu yang sebenarnya telah memiliki resiko kematian 359/100.000 angka kelahiran dengan cara menurunkan angka tersebut menjadi 100 atau kalo bisa tidak ada anak yang lahir dalam keadaan piatu.”

Komentar